Instrumen Baru Pembangunan yaitu Perdagangan Karbon

Eoman – Pemerintah baru saja mengeluarkan peraturan pasar karbon sebagai bentuk komitmen Indonesia terhadap isu perubahan iklim.

 

Pemerintah baru saja mengeluarkan regulasi pasar karbon sebagai bentuk komitmen Indonesia terhadap Nationally Determined Contributions (NDC) terhadap isu perubahan iklim, baik dalam bentuk program maupun strategi penguatan.

 

Peraturan Presiden nomor 98 Tahun 2021 ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 29 Oktober 2021, sebelum berangkat ke Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP26) ke-26 di Glasgow pada awal November. Skema pasar karbon dapat memberikan insentif untuk mencapai target NDC.

 

NDC sendiri memuat komitmen Indonesia terhadap agenda pengurangan emisi karbon, baik melalui upaya sendiri, yang dapat mencapai 29% atau 41% pada tahun 2030 dengan dukungan internasional.

 

Pertanyaan menariknya adalah: apa manfaat Carbon Economic Value (NEK) bagi Indonesia? Melihat lebih dekat, Perpres NEK mengatur pasar karbon di dalamnya.

 

Bagi Indonesia, keberadaan regulasi ini memungkinkan negara mendapatkan pendanaan yang lebih luas untuk pengendalian perubahan iklim. https://www.teknogoo.com/keuangan/peraturan-harga-karbon-indonesia-analisis-hukum/

 

Dalam skema tersebut, Kepala Sekretariat Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu memutuskan bahwa upaya penurunan emisi gas rumah kaca dapat dilakukan melalui komando dan pengendalian, serta instrumen berbasis pasar ( MBI). mendekati.

 

Menurutnya, regulasi berbasis pasar mendasarkan kebijakannya pada aspek penetapan NEK atau carbon pricing. Secara umum, penetapan harga karbon terdiri dari dua mekanisme utama, yaitu instrumen perdagangan karbon dan non-perdagangan.

 

Instrumen perdagangan terdiri dari mekanisme cap-and-trade dan offset, sedangkan instrumen non-perdagangan meliputi pajak karbon dan pembayaran berbasis hasil (RBP).

 

“Pemerintah sangat memahami bahwa untuk mencapai target NDC diperlukan inovasi perangkat kebijakan. Pengesahan Ordonansi Presiden NEK merupakan tonggak penting dalam menetapkan arah politik Indonesia menuju target NDC 2030 dan NZE 2060,” ujarnya. Demam pada hari Selasa (2). /11/2021).

 

Pendapat yang sama baru-baru ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dwanthi dalam siaran persnya.

 

 

 

Mendorong investasi hijau

Menurut dia, Perpres No 98 Tahun 2021 berharap dapat lebih banyak memobilisasi green financing dan investasi yang berdampak pada pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).

 

Dalam Perpres NEK, terdapat beberapa mekanisme perdagangan karbon yang diatur, yaitu perdagangan antara dua pelaku usaha melalui skema cap and trade, offset emisi melalui skema carbon offset, pembayaran dan iuran berbasis hasil, serta karbon. kombinasi dari skema yang ada.

 

Laksmi mengatakan sistem harga karbon dapat memberikan insentif untuk memenuhi target NDC untuk pengendalian perubahan iklim.

 

“Penetapan harga karbon harus mendukung perangkat lain yang juga sedang diterapkan, seperti manajemen kebakaran hutan, pencegahan deforestasi dan degradasi, atau transisi teknologi untuk mendapatkan energi baru dan terbarukan,” kata Laksmi dalam pernyataan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

 

Perpres Nomor 98 Tahun 2021 ditujukan untuk pasar domestik dan internasional. Jika perdagangan karbon terjadi antara dua entitas domestik, perhitungan penurunan emisi GRK yang dicapai tetap diperhitungkan sebagai kontribusi Indonesia.

 

Harapannya, masyarakat internasional juga ingin mencapai harga karbon yang adil bagi negara-negara yang memiliki stok karbon. Indonesia sendiri berencana memperkenalkannya pada 1 April 2022.

 

Soalnya harga pajak karbon Indonesia sebesar 30 rupee per kilogram (kg) setara karbon dioksida (CO2e) atau satuan setara dinilai terlalu murah. Di atas semua itu, semua ini mungkin hanya sebuah awal yang dapat disesuaikan dengan pasar di kemudian hari.

 

Laporan Bank Dunia terbaru menunjukkan bahwa penggalangan dana yang dapat dihasilkan dari perdagangan karbon akan mencapai $53 miliar pada tahun 2020, sehingga uang tersebut dapat digunakan untuk investasi hijau.

 

Memang benar bahwa perdagangan karbon hanyalah alat untuk mencapai NDC. Namun, Indonesia tidak dapat melakukannya sendiri untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk itu diperlukan kerjasama. Penetapan harga karbon harus didukung oleh kebijakan yang kuat, akuntabel, dan transparan.